Alkisah, Ibu

Kalau menilik balik kehidupan
Ada beberapa sosok ibu yang hadir dalam perjalanan
Pertama, dengan baik hati memberi hadiah manis sekaligus pahit bukan kepalang
yaitu napas hidup
Ditimangnya aku sampai aku bisa mencari makanku sendiri

Kedua, dalam diri seorang yang kau sebut jalang dalam marahmu
Yang putingnya kau hisap dalam-dalam agar kau lupa semua kalut di pikiranmu
Dalam dekapnya kau menangis sejadi-jadinya tanpa setitik air mata leleh di pipimu
Ditimangnya aku sampai aku mampu berdiri pada nasibku sendiri

Ketiga, pada sosok wanita memberimu rumah di tanah asing
Yang membuat perut dan jiwamu penuh
Yang memberi aliran air pada sawah-sawah jiwamu yang kering
Yang membukakan pintu rumahnya ketika satu-satunya tiang penyangga kewarasanmu rubuh dan rata dengan tanah
Ditimangnya aku sampai aku tidak lagi menangisi keadaanku

Ketiganya baik
Ketiganya penting
Ketiganya wajib aku agungkan dalam hidup

Balikpapan, 25-May-2020 11:28 PM

Titik Temu

Seperti garis pada titik temu
Keduanya berhenti menjadi diri masing-masing
Berpaut dan menjadi senapas
Melangkah berarti berpisah
Berhenti berarti akhir dari mimpi
Mereka beradu berputar-putar
Menghasilkan noktah yang sebentar saja sudah tak kecil lagi
Seperti rahim ibu
Siapa yang tahu,
apakah 10 tahun lagi tumbuh sebuah mimpi buruk,
atau malah kedamaian yang kau cari seumur hidupmu?
Ketenangan itu telah diambil daripadamu
Digantikan hal-hal asing lain yang mereka bilang proses pendewasaan
Aku melihatmu melihat kita kebingungan di tengah nadir jurang keputusasaan
Ingin kembali menjadi utuh tanpa kembali merasa butuh
Berharap sedetak lalui kisah yang telah retak
Memohon tak pernah bertemu meski ragamu haus merindu

Yogyakarta, 12/02/2019 2:30

Alegori Kuah Soto

Langkah-langkah kecilku terhenti di belakang gereja
Selalu kita makan soto berdua
Selepas ibadah Minggu siang
Aku mengubur masa laluku dalam tumpukan nasi dan daging ayam
Kamu membasuh luka-lukamu dengan kuah panas
Suka sekali aku melihatmu mengelap keringat yang turun di keningmu
Sambil sesekali aku tanyakan cerita apa yang kau dapat dari khotbah tadi
Kalau mau jujur, aku tak pernah menghiraukan apa yang kau katakan
Bagiku, gerik bibir pucatmu adalah Khotbah Minggu-ku
Sama seperti es dalam minumanku,
habis semua resahku diremukkan gigi-gigimu yang masih belum lepas behel itu
Semangkuk lagi aku minta tambah, soto juga candaan tak lucu yang kau banggakan
Selesai aku sesap sendok kuah terakhir sebelum akhirnya kita pulang ke peraduan masing-masing
Dan tidur nyenyak dengan kekasih yang bukan aku
Atau kamu

Surabaya, 28/01/2019 1:38

Bunga Penutup Abad

Di peron
Aku membisikkan kata-kata ini padamu:
"Sudah lupa?
Berapa banyak jiwa
Yang membuatmu tertawa di tanah ini?
Yang menaruh cintanya dengan percuma di tanganmu
Tanpa ragu, tanpa takut percayanya kau buat kalut?
Adakah yang menunggumu dengan khawatir kalau kau tidak pulang ke rumah lebih dari waktu yang sama setiap harinya?
Kau tukar dengan apa satu-satu hal yang sepenuhnya kau kenal dalam hidupmu?"

Yang ku dengar
Peluit

Dua tangan menepukku:
"Kecuali
Hari ini langkahmu maju
Tidak pernah beralas ragu;
Ada harapan-harapan yang kau tanam
Dalam peluh yang menetes di keningmu;
Tanpa peduli berapa banyak kesakitan yang kau alami
Yakini ada jiwa-jiwa yang akan menyambut dan mengobati"

Kau melambaikan tangan
Dan menjadi laki-laki
Hari ini

Surabaya, 31 Desember 2018, 07:00
(Daripada tidak punya judul, aku mengutip judul sebuah pertunjukan yang ingin sekali aku tonton tapi tidak pernah sampai: Bunga Penutup Abad)

Oleh-oleh

Berlayarlah sekuatmu
Aku tidak menitip badai untuk kau bawa pulang
Ombak yang terus mengalunkan perahumu
menghanyutkan sebagian doaku
Pergilah ke ujung bumi
Supaya nanti
Kelak di kemudian hari
Kau bawa satu atau dua kisah
Supaya dapat kau ceritakan kembali
Saat kita kembali beradu kasih
Di beranda rumah orang tuamu
Diiringi denting lonceng
tanda musim telah berganti

Yogyakarta, 27/02/2018 5:43