Pemuja Awan Hitam Nama yang aneh Aneh, bagi yang mengagungkan cahaya Kami bukan sekutu kegelapan Melainkan kawanan yang kehabisan cahaya untuk berlindung Kami tidak takut atau bahkan peduli pada kegelapan Gelap adalah mereka yang yakin cahaya adalah satu-satunya jalan Kami tidak punya rasa Rasa yang tinggal di benak kami hanyalah kepingan amarah Kepingan tajam yang siap menghujam kalian
Awan hitam berisi angin-angin sisa makhluk surga Awan hitam melukiskan kesedihan neraka yang di-sebelah-mata-kan oleh Tuhan Sebenarnya, neraka adalah tempat bagi mereka yang amat yakin pada cahaya Surga adalah lapangan hijau tempat anak kecil menari di bawah kicau hujan dan belaian daun Pemuja Awan Hitam tidak percaya rumah Rumah hanya mengotakkan bentuk pelangi dari senyum kami Lantai beton hanya akan mendinginkan kaki kami Melihat kesenangan terbakar sia-sia di aspal hanya membuat kami sedih Angin yang berhenti berhembus adalah penjara
Kami adalah pejuang yang menyeimbangkan warna di dunia Tapi kau tak akan menemukan kami di dekat kerumunan orang sinting
Pada mulanya adalah kosong Yang mulai meledak menembus angkasa Yang menerima gravitasi antar partikel Membentuk atom besar tanpa ikatan Lalu mengakar pada tiang cahaya Melewati batas nalar atap kehampaan Menyinari bintang yang hampir mati Mengajak planet-planet untuk bersatu Menjebak mereka dengan sabuk asteroid Tanpa sadar terbentuk lintas galaksi bunga Aster Lalu hilang Tak pernah mati Alasannya sederhana, karena memang tak pernah di sana
Detik jam dinding mulai tak berwarna Tetap terus berputar dan memudar Matahari tampak menjemukan Dan gelap, aku takut sekali Berjalan di sore hari aku menatap Matahari di batas horizon Silau Membutakan Satu-satunya jalan pulang Mengambil langkah berat ke barat Pulang ke jangkauan jauh Matahari Mengharap awan gelap yang bertalu Berlalu hampiri Matahari Tepis silaunya, menyediakan bayang yang sempurna
Esok adalah mati Bagi jiwa yang masih dihantui masa lalunya Esok adalah tiada Bagi Pungguk yang merindu pada Bulan Esok adalah kesunyian Bagi Dunia yang masih menaruh harap pada isinya Esok adalah kenangan Bagi manusia yang hidupnya hanya beralas kebohongan
Bulan menjadi biru kelam setelah Matahari pucat tenggelam Garis lurus menjadi liar, seraya petani mengais aspal Melihat hutan sudah tidak kondusif, kera bajingan menyerbu ibu kota Eksistensi manusia sebagai ciptaan paling mulia sudah kembali jadi nol Yang tersisa dari bintang hanyalah duka Duka-duka paduka yang salah dan keliru Orang-orang yang berjibun menjadi sewarna Yang melawan arus membawa petaka Semua orang melintasi hamparan ladang surga Para idealis menceburkan dirinya ke neraka Bumi makin tidak waras dan hilang penghuninya Jadilah amarah, wahai anak-anak duka Marahlah terhadap semua dan jadikan dunia berwarna!
Aku kehilangan kata Karena kata sudah tak berbicara Kita sudah tidak berbahasa Bahasa kata berganti bahasa angka Dalam angka tidak ada rasa Hanya logika dan fakta Rasa dalam kata dianggap fana Bagiku, fana adalah fakta sementara Yang membuat asa tetap ada
Angka lalu berubah menjadi nada Nada yang merasuk sukma Memberi arti pada sepatah cinta Cinta mengalun pelan sepadan berirama Membuat manusia lupa pada asalnya Yang bermula dari kata Kata-Nya adalah awal semula Semula lalu sirna Sirna tanpa kata, tanpa busana Ayah-bunda tak berbusana, jadilah kita Kita yang hilang tanpa kata