Di Bawah Pelipis
Seperti bulan merindukan pagi
Ia tak menunggu aba-abamu,
Kau yang akan menunggu isyarat gemulai darinya
Kau tidak akan tahu kapan akan tenggelam
Yang kau tahu hanyalah bertahan,
dari ancaman
Yang membenci Ajal akan binasa
Pecinta akan hidup selamanya
Jawabannya sederhana saja
Saat aku menunjuk pelipisku
Kau tahu apa yang kekal selamanya
Ragaku hanya sesaat
Jiwaku akan tinggal dalam setiap kenangan manusia
9:24 19/12/2014
Arogansi
Agar hidup tenang
Tidur pun senang
Arogansi akan hidup pada jiwa yang terancam
Yang ketakutan
Akan terus hidup meski tidurmu sedang lelap
Arogansi tidak perlu sekali-sekali untuk dilawan
Melawan arogansi dengan arogansi yang lain hanya akan menambah beban
Arogansi bukan jalan hidupku
Memberikan kebebasan pada jiwa,
adalah satu-satunya caramu hindar dari jerat arogansi
Kebebasan tidak akan menciptakan makhluk yang arogan
Kau tak percaya?
Burung di udara, contohnya.
Sekali lagi,
Arogansi bukan jalan hidupku
Mengacuhkan arogansi akan membuatnya semakin jadi
Melawannya apalagi
Hindari arogansi
Bukan untuk hidup sendiri
Bukan untuk menyendiri
Arogansi hanya sandungan kecil yang dapat kita lalui
13:00 06/12/2014
S dan O
Mari bicarakan subjektivitas
Karena saat kita bicara sekarang,
rancu pikiranku tentang hal dunia
Tentang bagaimana hal subjektif
pada akhirnya akan menuju egoisme
Egoisme bukanlah sesuatu yang harus melulu dihapus dari dunia ini
Egoisme adalah akar dari kehidupan
Perhatikan sejenak,
apa pernah kau menghirup udara,
untuk tuanmu?
Atau untuk kekasihmu?
Ego untuk hidup
Ego untuk bahagia
Yang membuat kita lari lebih jauh
Yang membuat kita lompat lebih tinggi
Yang pada akhirnya akan hilang perlahan
Alam akan menelan egomu, egoku
Alam itu akan menjelma jadi duka
Egomu, egoku, ditelan duka
Larut kemudian menjadi subjektivitas tunggal
Objektif
Begitu mereka sebut singularitas subjektivitas kita
Aku berhak marah
Kau pun juga demikian
Mereka merampas subjektivitas kita
Tapi aku sadar aku tidak bisa merasakan murkaku
Jadi lebih baik kusimpan amarahku untuk yang pantas
Objektivitas hanya akan menjadi syarat
Syarat untuk menjadikan semua makhluk sama
Karena kita memandang lampu begitu terang hingga membutakan
Sama,
sama seperti kita memandang dunia yang beragam
Takut,
makhluk sempurna yang takut akan warna
Takut akan perubahan
Baru aku sadari sekarang
Bahwa objektivitas adalah ciptaan manusia
Objektivitas bagiku tidak dapat diukur
Objektivitas adalah Subjektif
22:30 03/12/2014
Sabtu Pagi
Sabtu pagi
Diawali dengan bunyi
Celetuk dahan pada ranting yang patah
Menawarkanmu tangan yang jauh
Menggapai wajahmu
Mengusap tangisnya
Dengan nafas beku,
Ia membangunkanmu
Dari mimpi dangkal, hingga sengau suaramu
Tidak ada ilusi yang dibuatnya
Semata-mata hanya mengerjakan tugasnya
Membuat realita fana
Kalau-kalau tiba waktunya,
IA membangunkanmu,
dari hidupmu
Yogyakarta, 30-11-2014 03:30
Tanya Kami
Ada yang tahu?
Apa benar tiada satupun yang tahu?
Mungkin Ia sedang menyayat hatimu
Mungkin Ia sedang merawat ibumu
Mungkin aku yang sok tahu
Tuhan, sudikah Engkau tunjukkan rencanamu?
Aku Mohon, Kembalilah.
Peraduan tak kembali
Kalau kau masih teringat embun pagi
Embun yang biasa kita seduh
Aduh
Kita yang lama sudah binasa
Soreku sudah tak biasa
Kecewa tapi tak kecewa
Harusnya aku biasa
Tapi kali ini tidak
Kali ini,
aku berdoa pada Tuhan
Supaya angin bawamu kembali
Mengadulah padaku
Seperti yang biasa kita seduh dalam sedih
-
Apa tak menyalahkan apa
Yang salah adalah Mengapa
Waktu tak bisa berhenti
Dan kau tak bisa lagi menjalani
Yang mati biar mati
Yang mati tak usah kembali
Ruang Kosong
Langit pagi ini sengaja melihat ke dalam kelas kami
Penuh jiwa yang pergi berkelana di alam mimpi
Penuh,
tapi kosong
Yang ada hanyalah monolog interaktif semata
Langit yang tenang menatap dengan khawatir
Sejoli dalam telefon genggam berusaha keluar dari huru-hara
Yang lain berusaha lari dari alam nyata
Nanar kosong menatap masa depan tak bertuju
"Ada ruang kosong dalam hujan"
Begitu bunyi kalimatnya
Mengangkat dengan mudah sudut bibirku
Langit angkat bicara
Tentang masa depan
Ada harapan
Salam dari Senja Mahakam
Senja
Tak pernah dimakan usia
Usia hanya memakan manusia
Senja
Horizon yang rancu hanya memerindah angkasa
Tak ada barang satu yang lebih megah
Dari senja di bumi Indonesia
Tenggarong, 20-06-2014 07:45
Hujan di Bulan Juni
Pernah sekali aku baca judulnya
Tapi tak pernah isinya
Hidupku,
berupa judul saja
Tak pernah ada isinya
Tidak Semuanya Tahu
Secangkir kopi terbalik
Pagi ini di pangkuan tuannya
Bersama dengan pisang goreng yang melulu dipanggil namanya
Tidak semuanya tahu
Yang tahu hanya Tuhan dan kebul asap dari dapur Mbok Lantrip
Kopinya tak kembali
Tapi pisangnya masih dapat dikenali
Diambilnya lagi pisang tadi
Yang masih dikenali, dan masih terkendali
Dipesanlah lagi kopi yang baru
Supaya kembali ia pada cerita paginya
Bisikan Malam
Hari mulai dini
Bulan secara senda bicara pada Matahari yang sembunyi
"Kenapa Tuhan menciptakanku? Bukankah engkau dan hanya engkau yang dibutuhkan Bumi?
"Aneh"
"Apa maksudmu? Lihat saja, betapa manusia memujamu,
betapa mereka mengagungkanmu, menjadikanmu simbol kebahagiaan duniawi"
"Kau aneh"
"Aneh bagaimana?
"Bolehkah aku bicara sebentar?"
"Barang tentu!"
"Boleh jadi mereka bahagia. Tapi tak akan sempurna tanpa asmara.
Asmara yang hanya ada dalam kesunyian malam. Yang tak akan sempurna tanpamu.
Kau melengkapi kebahagiaanku."
.......................................
Dini kembali remang, pagi tak jadi menjelang, dunia kembali malam
27-02-2014 14:47
-
Tuhan, maafkan kami para manusia
Kami masih belum sanggup menanggung pengetahuan
Benar apa kata-Mu
Kami akan mati apabila memakan buah pengetahuan itu
Bukan mati jasmani
Tapi mati rohani,
yang barang tentu akan menggerogoti jasmani kami
Tuhan,
maafkan kami
Bangau Dungu
Menghapus jejak bintang di malam hari
Matahari memberi harapan pada hari yang kosong
Mengangkat sudut-sudut bibir yang membiru diterpa angin sendu
Daun-daun yang haus akan belaian embun pagi,
dikejutkan oleh hangatnya tarian spektrum warna Mentari
November seketika berubah menjadi Januari
melihat lamunan Bangau terusik indah ladang Frambozen
Bangau dungu bukanlah hal yang wajar ditemui di ladang Frambozen
Tapi hanya Bangau paling dungu yang berani melawan batas
Batas, hanyalah sepatah kata yang diciptakan manusia yang digunakan untuk mengimbangi keterbatasannya
Dari detik awal Tuhan mencipta,
Batas hanyalah omong kosong
Bangau dungu itu tidak melawan sistem
Ia menciptakan sistem,
bagi mereka yang ingin terus mengangkat sudut-sudut bibirnya biar dicap orang mulia
22-02-2014 22:08