Tentang Tanah

Angin mengikis hujan dalam rindu
Rindu yang tak pernah bermadu
Tanah tetap meringkuk dalam pilu
Aku tahu layangmu itu palsu
Tampak sedikit dari sedikit gincu di ujung bibir manismu
Tanah menertawakanku
Bukan tertawa bersamaku

Tanah
Yang semula berdebu,
bertemu dengan api, membatu
Asam garam berubah jadi abu
Tanah tetap diam tak bergeming satu

Melihatmu basahi lentera seribu
Khayalku, pikirku, jiwaku, tetap dirimu

Melihatmu
Tanah tersenyum malu
Malu-malu rasa pilu

Tanah tidak lagi diam dan merayu
Merayu kita agaknya yang dia mau
Supaya kita kembali satu
Jadi abu di badai salju

Aku, Tanah, dan Kamu

12-01-2013 15:23

Tentang Api

Hal yang tentang api

Berlinang airmata aku jatuh dalam api
Api kemarahan?
Api kematian?
Api sakit hati?
Api apa?
Api
Cuma api

Pertandingan melawan api
Takkan kau kalah, takkan kau menang
Semua sama
Sama saja
Tapi kau, aku, dan api tak pernah sama
Api melawan dunia
Tak pernah sama
Tak pernah ada
Api adalah bagian dari dunia
Api adalah jiwa dari dunia
Hal yang penting
Inti dari semua
Api

Aku punya api
Hanya saja, apiku tak sebesar dunia
Apiku seadanya saja
Hanya cukup buatku dan buatmu
Kita saja berdua
Tanpa dunia
Api kita beda
Api kita tak pernah sombong
Api kita tak pernah bohong

Api kita kosong
Kosong tanpa hawa
Kosong tanpa jiwa
Kosong, hampa

Tentang api, kita, dan dunia
Tentang kekosongan dan kehampaan
dalam dunia

Tentang api

11-01-2013 09:23

Tentang Udara


Yang lalu biarlah lalu
Kali ini aku bicara tentang udara
Teman dan saudara dari air

Untuk kesekian kalinya
aku merasakan kehadiran udara
dalam lamun siangku yang jenuh
Penuhi dada, otak, dan darahku
Mengalir mengalun hitam dalam pekat asap kota
Membunuh perlahan
hingga tak sadar

Tapi tidak hanya asap yang masuk dalam ragaku
Wangi elok rambutmu dalam lingkupan ruang haru
Menjalar indah sampai ke syaraf otakku persatu
Sampaikan kabarmu dari pagi hingga sore nanti
Sampaikan bahwa kau baik saja dalam lelap tidurmu
Beritahu kau aman di sana
tepat di tempat aku bertemu orang tuamu
Udara tak pernah lupa
‘tuk ucapkan salamku padamu dan juga semua sanakmu
Ia teman dari air, dan juga karibku

Ia tak pernah berhenti berlari
tidak sepertiku
Ia tak pernah berhenti berhembus
tidak sepertiku
Ia tak pernah berhenti bermimpi
tidak sepertiku
Aku dan Udara adalah satu
tapi Ia tidaklah sepertiku

10-01-2013 20:18

Tentang Air


Hari ini aku menulis tentang air
Mengapa? Aku juga tidak tahu, sama sepertimu

Aku percaya air punya jiwa
Jiwanya tenang bersama kita, di alam baka
Tak tersentuh, tak terjamah
Olehku, olehmu
Jiwa air hanya bisa dirasa kehadirannya oleh Tuhan semata

Satu hal yang aku tahu
Jiwa air selalu dekat
dengan angin
Tentram dan harmonis tak bercela
Hidup berdampingan beranak badai gemuruh
Injak sana-sini dengan harmoninya
Bawa ini-itu dalam rayunya, tanpa ijin yang punya

Yang buatku terperangah heran
Manusia tetap percaya akan kedamaian
Kedamaian semu yang dibawa angin dan air
Air dan angin punya rahasia

Hujan

Hujan adalah salah satu unsur kedamaian
Kedamaian yang didefinisikan oleh anak manusia
Putra air dan angin
Yang selalu sampaikan rindumu padaku
Yang selalu hampiriku saat ku jatuh
Hujanku, hujanmu adalah satu
Satu hal, satu definisi
Hujan adalah air
Air
Tentang air

10-01-2013 18:27

Hanya Untukmu, Kasihku

Hilangkan bayangmu dalam semu malu ragaku
Menatap indah tubuhmu dalam semua lakumu
Melakukannya dengan tidak ada yang ku tuju
Lekas ku ambil baju agar ku tak malu
Aku harus mengaku, aku butuh kamu
Kamu yang memudarkan marahku
Yang mampu buatku membubuhkan tawaku
Berjalan bersamaku lewati masa lalu
Menolak untuk kembali, kau buatku terpaku
Lantunkan lagu indah dalam bahasa kalbu
Membuat hidupku yang sayu jadi layu
Patahkan kakiku, paksaku menyatu
Dalam kesulitan kita saling membahu
Hanya kamu yang mampu buatku rindu
Aku butuh kamu, Kasihku

14-12-2012 23:35

Dalam Sebuah Tisu

Dalam sebuah tisu
Aku ingin karyaku diingat
Dan dibuang dunia neraka jahanam
Dalam sebuah tisu

Aku melempar khayalku pada kematian
yang sudah lama aku lupakan
dalam kenangan dan kebencian
Yang aku lihat hari ini adalah aku nanti
ketika aku mati
Bukannya melihat aku yang lulus dari cobaan otak tak terperi
Melenggang santai dalam tuksedo necis
yang lekat dengan orang gedongan
Bagiku, mati dengan gaya lebih membanggakan
daripada hidup dikurung dosa
Mati jelek adalah mati yang hanya ada dosa, dusta, dan nista
yang dipangku neraka
Dengan kebalikannya,
hidup bahagia yang penuh dosa, dusta, dan nista yang disokong dunia dan neraka

Tapi apa mau dikata,
yang mampu mengtur hidup matinya hanyalah yang putus asa

Tuhan bicara lewat hati,
manusia mendegarkan hati
hati-hati mendengarkan hati
Hati Tuhan dan hati manusia menyatu saat surga dan dunia bersatu mau
Aku berkata pada hati agar dia mau bicara dengan Tuhan dari hati
Supaya nanti kalau aku mati
agar Ia punya hati menemani
Biarpun Tuhan bicara lewat hati
dan aku coba pahami
Biarpun aku mencoba pahami lewat telepati
Tidak ada satupun kata yang dapat aku antisipasi melalui hati ini

Sampai kapan mau mengerti
Sampai kapan mau peduli
Aku tetap tak mengerti

Tuhan dan Hati

Ditulis di atas selembar tisu
Kamis, 01-11-2012 jam pelajaran ke-4

Rabu Tua di Napoli

Dalam biru aku jatuh dalam pelukmu
Ketika pintu airmata tak dapat lagi membendung

Rabu tua di Napoli
Aku bertualang mulai dari sini
Dengan dalih sederhana
Menghapus semua ingatanku
Akanmu

Jalan pagi di Napoli masih basah
Belum kering dari badai semalam
Yang kuhabiskan dengan kopi di lounge motelku
Penjual sekalian pembeli lalu lalang di hadapanku
Dengan aksen dan gaya asli Neapolitan
Dengan lihai menarikku beli satu topi
Biar tampaklah aku sebagai turis di sana

Aku pergi dari pasar
Menyisir tepi kota, bukan pantai
Berhenti sejenak aku di sana
Sejenak
Teringat

Dua tahun lalu, tepat hari ini
Adalah hari ulang tahunku
Aku masih ingat hari itu
Hari itu aku diam
Aku menyumpahi diriku sendiri
Aku akan diam, sebelum kau datang
Aku salah
Kau tak pernah datang
Sampai sekarang
Sekarang, dari dua tahun lalu
Aku sudah tua
Aku telah mengambil banyak alasan supaya kau tidak bersalah
Terlalu banyak hal ku ucap sampai aku tak ingat satu
Tapi satu hal tak ku lupa hari itu
Aku tak bicara
Sampai satu hari berlalu

Napoli belum lengkap tanpa pelabuhan
Dengan langkah kaku seorang Indonesia
Melenggang aku ke sana
Berusaha cari tempat menarik
Untuk abadikan diri dalam kertas
Kakiku tersangkut kail
Yang mempertemukanku dengannya
Dia yang memakai gaun hijau terang bertopi jerami
Sehabis beli ikan, katanya sambil bantu aku perlahan
Belum sempatlah aku bertanya nama
Dengan piawai mengganggu umat-Nya,
hujan pun turun lagi
Bergegaslah ia pergi
Hanya sekali menoleh ke belakang,
dan tersenyum

Hujan memang brengsek
Baru juga aku bersapa
Ia datang, lalu pergi begitu saja
Tak berucap maaf pula
Terimakasih hujan
Suatu saat nanti aku pasti takkan menyesalinya

Beranjak aku pergi dari situ
Duduk di tengah taman kota
Sempatkan mata lihat sejoli cari angin kala siang
Semakin ingatkanku akanmu
Yang aku kira akan hilang di sini
Di Napoli

02-09-2012 23:58