-

Kamu harus tahu rasanya terpaksa
Terluka
Dan semacamnya.

04-12-2015 03:07

Hujan dan Secangkir Kopi

Hujan dan secangkir kopi adalah realita
Dimana satu mimpi burukmu berakhir,
dan lagi muncul mimpi buruk yang lain
Berlari kau dapatkan
Terjatuh terantuk pun juga kau dapat
Membuatmu sementara hilang tak berbekas
Lalu memendammu dalam sengsara, sedalamnya dalam
Hujan dan secangkir kopi adalah yang kau hadapi
Malam ini

22:58 26/11/2015

Hujan Yang Baik

Aku masih percaya bahwa Tuhan dan Hujan yang menghembuskanmu sampai ke dekapanku
Bahwa masih ada rintik yang menitik membasahi hatiku yang beku
Melihatmu tersenyum cantik di sore hari kelabu yang mendung tersedu
adalah kepercayaan Matahari menitipkan hangat sinarnya padamu

Dan Hujan yang baik hari ini membuktikan semuanya

13:29 08/11/2015

Berpikir Tentang Rumah II

Salam hangat dari alam bawah sadarku
Menyapamu dalam tidurmu di padang bunga sendu
Akankah semua rinduku dibawa angin sampai depan rumahmu?
Ataukah ia akan tinggal diam dan mengusikku sepanjang hari?

Awan yang bersahabat dengan angin berseru-seru
Katanya,
    Angin, anak ini sakit, sampaikan salamnya,
    biar bapaknya tahu,
    biar ibunya tak sendu,
    anak ini, rindu
Doa sang awan tak terkabul

Dan hujan,
membawa api dalam rindu menggebu-gebu
Dan hujan,
mengusir angin dan awan dalam usahanya merayu
Dan hujan,
mencium kening anak itu, hingga samar senyumnya dalam rindu

22:08 26/10/2015

Berpikir Tentang Rumah

Siang bengong melompong seperti macam ompong
Kebosananku lebih hina dari biasanya
Pulang-pergi rutin, tanpa tujuan
Selalu
Sampai hari ini pun juga sama
Lalu aku berpikir tentang rumah

Bukan yang ini
Pikiran mereka tua, sama, tapi berbeda
Mulut mereka berisik, sama, tapi berbeda
Hati mereka, sama, tapi berbeda

Aku ingin punya emosi untuk sementara ini
Tidak juga ada yang cocok
Marah? Kepada siapa?
Sedih? Mengenai apa?
Senang? Dapat darimana?

Berpikir tentang pulang
Tapi
Kepada siapa? Untuk apa?
Kemana?

18:43 26/10/2015

Budak Emosi

Di sini
Akan terlalu dini apabila aku bercerita tentang kesedihan
Akan terlambat pula bila aku menceritakan kebahagiaan
Memanuasiakan manusia dengan memberinya kekayaan emosional,
hanya akan memberimu banyak masalah

Belum kah kau mendapat gambarannya?
Sejauh mana kau bisa pergi membawa semua hartamu itu?
Kalau bukan beban yang kau bawa,
lalu mengapa sampai kini tetap diam di depan toko yang tidak menyuguhkan apa-apa lagi?

Kebahagiaan menjadi barang rampasan
Kesedihan menjadi barang sewaan
Kesetiaan merupakan ujian
Bagi jiwa yang kesepian

Yogyakarta, 12:10 17/10/2015

Pergi Sampai Sini

Sudah sejauh mana Kau pergi?
Secara sadar aku mendengar raung itu dalam tidurku
Membukakan mataku dengan perasaan yang tidaklah lebih tenang dari hari lalu
Akankah Aku terus pergi?
Bukan kaki yang membawaku sejauh ini
Tapi sudah terlanjur aku berlari sampai sini

Yogyakarta, 7:07 06/09/2015

Asas Praduga Tak Bersalah

Bulan yang pucat dengan iseng bertanya pada pengendara motor yang tak sengaja lewat
"Bukankah manusia diciptakan dengan wajah yang tak sepucat wajahku?"
Pengendara itu lalu berhenti sejenak,
tersenyum, lalu kembali berjalan diam mendengar celoteh penuh amarah istrinya

Ranting pohon tua yang jatuh, terinjak seorang perempuan muda yang baru saja keluar dari dapur
Suaranya pelan, dan dengan senyum tertahan
"Nona Muda, apa telepon yang kau genggam itu menggelitikmu?"
Perempuan itu lalu berhenti sejenak,
tersenyum, lalu kembali merajuk manja kepada seseorang yang tidak disahkan negaranya, terlebih kepercayaannya

Jarum jam dinding yang sudah lelah berputar nampak sedih melihat seorang anak dengan mata sembap
"Menunggumu membosankan, boleh aku tidur dahulu?"
Anak itu lalu berhenti sejenak,
tersenyum, lalu kembali larut dalam sesal memercayakan segalanya pada teknologi

Putung rokok yang akan dibuang sore itu menjadi sesosok yang ingin tahu kenapa pria botak yang tadi menghisapnya tertawa lepas setelah berjabat dengan pria lain sembari memberinya sebuah amplop
"Tuan, pesan baik apakah yang disampaikan pria tadi dalam amplop itu?"
Pria botak itu lalu berhenti sejenak,
tersenyum, lalu kembali tertawa dan membakar putung utuh sambil memindahkan isi amplop itu ke dalam dompetnya

Yogyakarta, 30/09/2015 8:59

Kemeja Kuning

Perlukah aku bercerita tentang kemeja kuning yang aku pakai hari ini?
Seperti kau akan peduli saja
Bahwa aku tidak sedang mengalami hidup bahagia
Seperti Bulan yang akan habis terhanyut pagi,
ini aku dalam serangan fajar dunia
Perlahan dan pasti
Jeritan pembeda dalam jiwaku hilang dimakan usia
Dan aku tidak akan melakukan apapun mengenai hal itu, sampai beberapa saat lagi
Karena aku tidak mampu lagi membedakan manakah yang sama

Dan mungkin saat aku telah pulih,
Aku sudah tak lagi muda
Dan teriakan itu akan memudar
Lalu perlahan membisik Nina Bobo
Kemungkinan terbaik adalah tidur untuk selamanya
Atau tidak menjadi hidup sama sekali

Lalu aku akan menyesal,
Dan mewariskannya pada anakku kelak
Begitu seterusnya
Dan selamanya
Semua orang akan mengingatnya
Sampai mereka lupa aku pernah ada

Pada akhirnya, kita semua akan sadar,
Sesuai dengan pepatah warisan tetua kita
Masa tuamu hancur dengan sukses masa mudamu

Yogyakarta, 22:35 28/06/2015

Terimakasih, Malam

Masihkah kau sibuk dengan Mentari?
Hingga kau lupa akan hangatnya malam
Akankah kau rindu dengan embun pagi?
Kalau tahu hembus nafas malam yang membentuknya
Malam ini terlalu hangat untuk kau tinggalkan
Demi kesunyian pagi
Yang membuatmu menggulung selimutmu rapat-rapat
Sampai tak kau sadari kopi pagi ini begitu dingin
Malang sungguh nasib malam
Seberapa banyak kisah cinta yang ditulis Tuhan malam hari?
Dan kau pun akhirnya terima sapaan, "Selamat pagi, Kasih."
Aku ingin berterima kasih kepada hangatnya malam
Yang sudah membuatku lupa akan dinginnya pagi

Yogyakarta, 20:18 01/06/2015

Pengusik

Semoga malam masih panjang
Dan embun jangan dulu mencium kening daun
Supaya aku bisa tetap melagukan kenangan tentang masa depan
Yang hancur bersamaan dengan serpihan kaca yang berhambur
Cara lain Tuhan berbisik kepadaku tentang cinta
Yang bukan terhadap apa atau siapa
Tetapi kapan dan kenapa

Aku harap Tuhan tahu yang Ia kerjakan
Sebab manusia awam akan cinta
Malam-malammu akan terus terusik oleh tanya
Tuhan ingin apa dengan cinta
Dan kau akan terus cari jawabnya
Semoga malam masih panjang

Yogyakarta, 25/05/2015 0:36

Cinta itu Sederhana

Ketika itu Matahari masih baru
Dan aku pun terkejut dengan mu,
sedang bersemayam dalam benakku
Aku tak mungkin lanjut hidup seperti ini
Bagaimana bisa,
ketika Tuhan sengaja menciptakanmu seperti pelangi,
dengan segala lakumu menciptakan bias,
dan mengalihkanku dari-Nya, Seniman dibalik elok parasmu?
Sama sekali aku tidak menemukan kerumitan dalam semua ini
Cinta itu terlalu sederhana,
namun tidak mudah terlaksana.

Yogyakarta, 21:23 12/05/2015

Nanti Akan Ku Tanyakan

Hujan yang tadinya hanya menghentikan langkahku
Sekarang juga menodongku untuk membeli segelas kopi susu
Lalu menghilang ditengah senja
Untuk mendekatkanku pada malam
Dimana langit akan menghitam
Jalanan penuh dengan bingar lampu pijar
Dan jiwa-jiwa petualang akan redup
Lalu tidur berselimut dingin
Kota ini akan berhenti berdenyut
Seakan mati ditelan Bumi
Jangkrik akan kembali berderik
Kunang-kunang akan menari riang
Aku harap malam ini Bintang bersedia menemani
Walaupun tak berkata,
Aku ingin menatap matanya
Yang mengisyaratkan tanda
Bahwa malam ini,
Kau akan baik saja

Yogyakarta, 17:30 24/04/2015

Hujan Semalam

Daun kering yang kemarin jatuh di pekarangan
Dihapus keberadaannya oleh hujan semalam
Menjadikannya sia-sia dalam keadaannya
Di pekarangan,
Yang tinggal hanyalah tanah yang dingin
Menunggu cinta dari biji jeruk yang tak kunjung jatuh
Biar bisa dihidupinya, nanti
Biji jeruk tidak tahu bakal buahnya seperti apa
Yang manis,
Yang masam,
atau tidak sama sekali
Dahan akan kering
Bunga akan layu
Daun akan kembali jatuh
Dihapus hujan semalam
Pekarangan,
Hanya bisa kedinginan
Yogyakarta, 25/03/2015 07:03

Sajak Kacamata

Aku mencintaimu seperti kacamata yang kau pakai,
Yang tak pernah kau lihat tapi ada lebih dekat dari segala macam benda-benda di depanmu,
Serta menata ihwal pandangmu tentang yang jauh dan dekat

Aku menyayangimu seperti kacamata yang kau pakai
Yang menampakkan jelas semua kesamaran,
Namun menyamar dengan rapi di depan matamu

Membuatmu tampak lebih manis diperhatikan

Aku menemanimu seperti kacamata yang setia,
Yang hanya bisa hilang bila kau lupa menaruhnya,
Atau jatuh di jalan dan tak kau temukan kembali

Aku telah mencintaimu seperti semua kacamata,
Yang hanya dapat kau lihat jelas saat kau lepas,

Untuk sekedar dibersihkan atau ditinggakan demi kacamata baru

Disadur dari Jawa Pos. Minggu, 4 Maret 2012, halaman 10. Karya Yayan Triyansyah.

Sajak ini adalah yang paling aku ingat dari semua sajak yang pernah aku baca. Di sajak ini lah, aku menemukanmu.

Redup... Lalu Hilang

Tiap daging yang menggerakkan tulangku
Adalah refleksi dari gerikmu
Tiap huruf per kata yang kubaca
Seakan menyusun dirinya sendiri dalam senyap
Musik yang mengalun di ujung ruangan
Melukis lembut wajahmu di balik kelopak mataku
Nafas yang aku hirup akhirnya melambat
Menyelaraskan ritme degup jantungku dengan derap langkahmu pelan
Darahku tak turun lagi ke telapak tangan
Memperjelas kecemasanku
Keringat menetes lewat air mata
Pasrah bukan pilihan
Tapi hanya itu yang ditawarkan hangatnya Langit

23:23 19/03/2015

Aku akan berhenti, saat telingaku sudah muak dengan syair dan nada ini.

Melihat Keadaan

Pagi ini aku terbangun oleh dingin
Tempatku berlindung saat malam sedang melepas panas
Aku tidak dapat merasakan kakiku
Maupun akal sehatku
Sampai aku membuka pintu

Seperti kaktus lepas dari gurun,
Aku kehilangan ke-aku-anku
Menjadi lemah karena kelebihan muatan
Air yang harusnya menjadikanku bertahan,
Kini sekuat tenaga membusukkanku

Aku masih tidak yakin apakah Tuhan sengaja melahirkanku prematur
Tanpa persiapan aku mulai hidup
Tanpa persiapan pula aku bersiap untuk mati
Setelah hidup dan sebelum mati,
Apa yang jadi kehendak-Mu untukku?
Apakah cukup seperti ini?
Atau masih seperti ini?

7:40 13/03/2015

"Semua orang bisa menulis, tapi tidak semua orang beruntung bisa mempublikasikan tulisannya."

Ombak

Aku bersila di pinggir pantai
Menunggu digulung ombak yang kotor
Dihadapkan pada badai di balik horizon sana
Tengok ke kanan, yang ku lihat adalah puing
Tengok ke kiri, yang ku rasa hanya bara
Melihat ke depan pun aku hanya disuguhi air yang tenang
Tanpa riak
Tanpa buih
Aku membuat diriku bersila lebih dekat dengan air
Karena aku merasakan kantuk pada kesadaranku
Ku ambil air segenggam
Yang ku dapati adalah darah
Darah yang merasa bosan punya inang yang kosong
Dan akhirnya keluar
Tak punya darah pun tak masalah, pikirku
Nyiur melambai tak setuju
Menjatuhkan sebuah untuk membuatku terjaga
Aku masih menunggu ombak itu datang
Datang untuk melenyapkanku

0:01 02/03/2015

-

Aku bisa
Dengan mudah memerdayamu
Memermainkanmu
Menipumu
Tapi
Tidak sebelum aku mampu membohongi diriku sendiri

Kalau aku mampu nanti
Kau takkan bisa membedakan
Mana yang nyata
Mana yang tidak

Kalau aku mampu nanti
Bahkan aku pun tak mau tahu kapan aku mampu
Siapa tahu kapan aku mampu

Aku tidak ingin menjadi mampu
Tidak sekarang
Tidak kapanpun

18/01/2015 22:06

Sederhana Saja

Bukankah sederhana,
Cara Tuhan menjatuhkan hati kita

Sebuah nada penuh asa
Membuatmu merasakannya

Juga dengan sebuah kata
Dalam carik kecil yang di tangannya
Aku kira hasilnya pun akan sama

Pernah aku melaluinya
Sampai sirna begitu saja

Pada akhirnya,
Yang kau cari adalah makna

Tanya dari sebuah jawaban
Jawaban yang ada dari muasalnya

Yang menguap begitu saja
Hilang, dari dunia

Surabaya, 19:15 24/01/2015