-

Untuk siapapun yang masih sedia membaca ini.


Jangan lupa makan.


Terima kasih.

Pemuja Awan

Pemuja Awan Hitam
Nama yang aneh
Aneh, bagi yang mengagungkan cahaya
Kami bukan sekutu kegelapan
Melainkan kawanan yang kehabisan cahaya untuk berlindung
Kami tidak takut atau bahkan peduli pada kegelapan
Gelap adalah mereka yang yakin cahaya adalah satu-satunya jalan
Kami tidak punya rasa
Rasa yang tinggal di benak kami hanyalah kepingan amarah
Kepingan tajam yang siap menghujam kalian

Awan hitam berisi angin-angin sisa makhluk surga
Awan hitam melukiskan kesedihan neraka yang di-sebelah-mata-kan oleh Tuhan
Sebenarnya, neraka adalah tempat bagi mereka yang amat yakin pada cahaya
Surga adalah lapangan hijau tempat anak kecil menari di bawah kicau hujan dan belaian daun
Pemuja Awan Hitam tidak percaya rumah
Rumah hanya mengotakkan bentuk pelangi dari senyum kami
Lantai beton hanya akan mendinginkan kaki kami
Melihat kesenangan terbakar sia-sia di aspal hanya membuat kami sedih
Angin yang berhenti berhembus adalah penjara

Kami adalah pejuang yang menyeimbangkan warna di dunia
Tapi kau tak akan menemukan kami di dekat kerumunan orang sinting

04-12-2013 14:40

Pada Mulanya

Pada mulanya adalah kosong
Yang mulai meledak menembus angkasa
Yang menerima gravitasi antar partikel
Membentuk atom besar tanpa ikatan
Lalu mengakar pada tiang cahaya
Melewati batas nalar atap kehampaan
Menyinari bintang yang hampir mati
Mengajak planet-planet untuk bersatu
Menjebak mereka dengan sabuk asteroid
Tanpa sadar terbentuk lintas galaksi bunga Aster
Lalu hilang
Tak pernah mati
Alasannya sederhana,
karena memang tak pernah di sana

08-11-2013 13:19

Satu Hari Bersama Matahari

Detik jam dinding mulai tak berwarna
Tetap terus berputar dan memudar
Matahari tampak menjemukan
Dan gelap, aku takut sekali
Berjalan di sore hari aku menatap Matahari di batas horizon
Silau
Membutakan
Satu-satunya jalan pulang
Mengambil langkah berat ke barat
Pulang ke jangkauan jauh Matahari
Mengharap awan gelap yang bertalu
Berlalu hampiri Matahari
Tepis silaunya, menyediakan bayang yang sempurna

21-10-2013 17:39

Esok

Esok adalah mati
Bagi jiwa yang masih dihantui masa lalunya
Esok adalah tiada
Bagi Pungguk yang merindu pada Bulan
Esok adalah kesunyian
Bagi Dunia yang masih menaruh harap pada isinya
Esok adalah kenangan
Bagi manusia yang hidupnya hanya beralas kebohongan

Esok kembali datang, Kau pun kembali pulang

18-10-2013 16:46

Anak-anak Duka

Bulan menjadi biru kelam setelah Matahari pucat tenggelam
Garis lurus menjadi liar, seraya petani mengais aspal
Melihat hutan sudah tidak kondusif, kera bajingan menyerbu ibu kota
Eksistensi manusia sebagai ciptaan paling mulia sudah kembali jadi nol
Yang tersisa dari bintang hanyalah duka
Duka-duka paduka yang salah dan keliru
Orang-orang yang berjibun menjadi sewarna
Yang melawan arus membawa petaka
Semua orang melintasi hamparan ladang surga
Para idealis menceburkan dirinya ke neraka
Bumi makin tidak waras dan hilang penghuninya
Jadilah amarah, wahai anak-anak duka
Marahlah terhadap semua dan jadikan dunia berwarna!

03-12-2013 18:37

Bagaimana

Aku kehilangan kata
Karena kata sudah tak berbicara
Kita sudah tidak berbahasa
Bahasa kata berganti bahasa angka
Dalam angka tidak ada rasa
Hanya logika dan fakta
Rasa dalam kata dianggap fana
Bagiku, fana adalah fakta sementara
Yang membuat asa tetap ada

Angka lalu berubah menjadi nada
Nada yang merasuk sukma
Memberi arti pada sepatah cinta
Cinta mengalun pelan sepadan berirama
Membuat manusia lupa pada asalnya
Yang bermula dari kata
Kata-Nya adalah awal semula
Semula lalu sirna
Sirna tanpa kata, tanpa busana
Ayah-bunda tak berbusana, jadilah kita
Kita yang hilang tanpa kata

01-12-2013 21:24

Ke-tidak-relevan-an Sebuah Kerinduan

Temaram Matahari mulai merindu pada matanya
Seperti pohon bambu yang bergetar merasakan hembus napasnya
Yang kita rasakan sekarang ini hanyalah keinginan untuk berharap
Berharap pada rindu yang tak kunjung kembali
Mirip dengan laut yang tak pernah menyampaikan ombak kecilnya pada pantai di ujung bumi
Sampai mati mungkin tak akan kau jumpai kerinduan macam ini
Coba tanyakan rasanya pada rumput Antartika yang merindu hangatnya musim semi
Apa yang kita dapatkan dari sebuah kerinduan, kalau bukan kekacauan?
Pemerintah reformasi, mungkin tahu rasanya
Untunglah kerinduan bukanlah tindak pidana
Kalau saja demikian, matilah aku digantung
Tidak relevan mungkin, hanya saja, ini seperti nyata

09-11-2013 15:48

Tentang Wanita

Siapakah yang paling wanita dari semua Wanita di Dunia?
Dimana bisa didapat yang demikian?
Adakah yang sesempurna itu?
Jika Dunia menjadi sepi,
akankah ada wanita?
Masihkah Rahwana menjadi seorang pria,
ketika tahu ia telah mati demi Sinta,
yang kata para Pendeta, adalah seorang Wanita?
Nadi di kepalaku berdesir bertanya
Generasiku tak punya Wanita kah?
Katanya emansipasi,
katanya kesamaan hak,
katanya sih begitu
Kalau masih, adakah benar itu kau?
Wanita yang paling wanita dari semua Wanita?
Lagakmu saja, atau aku hanya mampu melihat dari mata yang hidupnya sementara?
Kalau Kau sudah temu dengan jawabannya,
segeralah bilang padaku
Biar cepat-cepat aku ukir dan jadikan hiasan yang abadi  

Kampus Manyar ITS,  Surabaya 17-10-2013 10:45

Untitled

Seperti berhadapan dengan malam kelabu lagi
Yang tadinya aku melihat sebuah senyum tanpa batas di terang rembulan
Tidak pernah berhenti barang semalam pun
, biasanya...
Entahlah, mungkin ada yang menginjak ekormu
Melihatmu tersenyum merupakan sebuah kebutuhan
Karena...
Karena belum pernah aku jumpai senyuman yang begitu menyenangkan
Karena bagiku hal yang menyenangkan itu hal yang sulit
Dan belakangan ini menjadi semakin sulit
Perihal dimensi kita yang berbeda
Mungkin karena aku kehilangan jejakmu waktu itu
Waktu kita masih sama-sama di Pancawati
Bukan...
Bukan gegara Rahwana
Melainkan aku
Bukan aku namanya kalau tidak menyombongkan kebolehanku untuk merayumu
Inikah aji-ajimu?
Sungguh, jimatku tak mempan melawannya
Sebelum jauh,
Bisakah aku melihat senyum itu lagi?
Kalau-kalau besok aku mati

05-10-2013 02:11

Cinta Jawa

Aku tidak ingin cintaku seperti Romeo dan Juliet
Atau Jack dan Rose
Atau William dan Kate
Sepasang jiwa, dengan cinta Jawa cukup untukku
Ribuan pasang mata menatap Matahari tenggelam
Terlelap dalam seriknya rokok racikan Magetan
Tapi lupa
Lupa yang mereka injak ini tanah milik siapa
Dikira kita pribumi Jawa ini tidak bisa punya cinta yang rasa syahdu
Mari, Dik, kita tunjukkan ke mereka

20-07-2013 22:53

Daun

Tuhan menitipkan seorang perinya pada hujan
Hujan memberi kehidupan pada tanah
Tanah memberi derma pada akar
Akar menyampaikan salamnya pada batang
Salam berubah jadi air mata
Air mata membasahi daun
Tuhan menangis
Perinya jatuh di daun
Tinggal diam abadi
Dalam kesunyian indah lembayung senja

10-02-2013 15:53

Bising

Pagi mulai menderu
Pening menyapa kening
Tawamu membisik di kalbu
Mengenang setiap potong kue berdua
Menjatuhkan nadiku ke vena
Bertanya kepada pagi,
Kapan kau kembali?
Penjaga bar kembali ke pangkuan bumi
Putung rokok ada sana-sini
Debu menyembunyikan kabut
Membuat semua tampak ribut
Ia tampak duduk sibuk meringkuk
Melihat periuk tanpa bubuk
Hulubalang istana memakan jadah
Rumput teki dimakan gajah
Kaki bukit dipenuhi jamur
Burung gagak makan bangkai
Begitulah pagi ini
Bising

09-02-2013 16:54

Sakit

Orang yang sakit jiwa,
belum tentu sakit hatinya
Orang yang sakit hati,
belum tentu sakit pikirannya
Orang yang sakit pikiran,
belum tentu sakit raganya

Ya sakit
Ya syahdu
Ya sendu
Ya selalu
Ya sengau
Ya senda
Ya sakit
Ya sah

Yang sakit tak selalu sakit
Yang sehat dan bahagia selalu sakit
Yang tersenyum biarlah menangis
Ya Tuhan
Ya Tuhan
Ya jangan biarkan aku sakit
Ya Tuhan, janganlah sakit

08-02-2013 12:56

Manusia Bencana, benarkah

Jalanan makin berlubang,
pun hatimu ikut berlubang
Listrik sering kali mati,
otak politisi selalu mati
Kota-kota dilanda banjir,
pun airmata kami selalu membanjir
Di desa meratapi tanah longsor,
kami meratapi moral mereka yang longsor
Petir cetar-cetir,
membuatku makin khawatir

Manusia dilanda bencana,
atau bencana dilanda manusia
Benarkah?

02-02-2013 10:23

Tentang Tanah

Angin mengikis hujan dalam rindu
Rindu yang tak pernah bermadu
Tanah tetap meringkuk dalam pilu
Aku tahu layangmu itu palsu
Tampak sedikit dari sedikit gincu di ujung bibir manismu
Tanah menertawakanku
Bukan tertawa bersamaku

Tanah
Yang semula berdebu,
bertemu dengan api, membatu
Asam garam berubah jadi abu
Tanah tetap diam tak bergeming satu

Melihatmu basahi lentera seribu
Khayalku, pikirku, jiwaku, tetap dirimu

Melihatmu
Tanah tersenyum malu
Malu-malu rasa pilu

Tanah tidak lagi diam dan merayu
Merayu kita agaknya yang dia mau
Supaya kita kembali satu
Jadi abu di badai salju

Aku, Tanah, dan Kamu

12-01-2013 15:23

Tentang Api

Hal yang tentang api

Berlinang airmata aku jatuh dalam api
Api kemarahan?
Api kematian?
Api sakit hati?
Api apa?
Api
Cuma api

Pertandingan melawan api
Takkan kau kalah, takkan kau menang
Semua sama
Sama saja
Tapi kau, aku, dan api tak pernah sama
Api melawan dunia
Tak pernah sama
Tak pernah ada
Api adalah bagian dari dunia
Api adalah jiwa dari dunia
Hal yang penting
Inti dari semua
Api

Aku punya api
Hanya saja, apiku tak sebesar dunia
Apiku seadanya saja
Hanya cukup buatku dan buatmu
Kita saja berdua
Tanpa dunia
Api kita beda
Api kita tak pernah sombong
Api kita tak pernah bohong

Api kita kosong
Kosong tanpa hawa
Kosong tanpa jiwa
Kosong, hampa

Tentang api, kita, dan dunia
Tentang kekosongan dan kehampaan
dalam dunia

Tentang api

11-01-2013 09:23

Tentang Udara


Yang lalu biarlah lalu
Kali ini aku bicara tentang udara
Teman dan saudara dari air

Untuk kesekian kalinya
aku merasakan kehadiran udara
dalam lamun siangku yang jenuh
Penuhi dada, otak, dan darahku
Mengalir mengalun hitam dalam pekat asap kota
Membunuh perlahan
hingga tak sadar

Tapi tidak hanya asap yang masuk dalam ragaku
Wangi elok rambutmu dalam lingkupan ruang haru
Menjalar indah sampai ke syaraf otakku persatu
Sampaikan kabarmu dari pagi hingga sore nanti
Sampaikan bahwa kau baik saja dalam lelap tidurmu
Beritahu kau aman di sana
tepat di tempat aku bertemu orang tuamu
Udara tak pernah lupa
‘tuk ucapkan salamku padamu dan juga semua sanakmu
Ia teman dari air, dan juga karibku

Ia tak pernah berhenti berlari
tidak sepertiku
Ia tak pernah berhenti berhembus
tidak sepertiku
Ia tak pernah berhenti bermimpi
tidak sepertiku
Aku dan Udara adalah satu
tapi Ia tidaklah sepertiku

10-01-2013 20:18

Tentang Air


Hari ini aku menulis tentang air
Mengapa? Aku juga tidak tahu, sama sepertimu

Aku percaya air punya jiwa
Jiwanya tenang bersama kita, di alam baka
Tak tersentuh, tak terjamah
Olehku, olehmu
Jiwa air hanya bisa dirasa kehadirannya oleh Tuhan semata

Satu hal yang aku tahu
Jiwa air selalu dekat
dengan angin
Tentram dan harmonis tak bercela
Hidup berdampingan beranak badai gemuruh
Injak sana-sini dengan harmoninya
Bawa ini-itu dalam rayunya, tanpa ijin yang punya

Yang buatku terperangah heran
Manusia tetap percaya akan kedamaian
Kedamaian semu yang dibawa angin dan air
Air dan angin punya rahasia

Hujan

Hujan adalah salah satu unsur kedamaian
Kedamaian yang didefinisikan oleh anak manusia
Putra air dan angin
Yang selalu sampaikan rindumu padaku
Yang selalu hampiriku saat ku jatuh
Hujanku, hujanmu adalah satu
Satu hal, satu definisi
Hujan adalah air
Air
Tentang air

10-01-2013 18:27

Hanya Untukmu, Kasihku

Hilangkan bayangmu dalam semu malu ragaku
Menatap indah tubuhmu dalam semua lakumu
Melakukannya dengan tidak ada yang ku tuju
Lekas ku ambil baju agar ku tak malu
Aku harus mengaku, aku butuh kamu
Kamu yang memudarkan marahku
Yang mampu buatku membubuhkan tawaku
Berjalan bersamaku lewati masa lalu
Menolak untuk kembali, kau buatku terpaku
Lantunkan lagu indah dalam bahasa kalbu
Membuat hidupku yang sayu jadi layu
Patahkan kakiku, paksaku menyatu
Dalam kesulitan kita saling membahu
Hanya kamu yang mampu buatku rindu
Aku butuh kamu, Kasihku

14-12-2012 23:35

Dalam Sebuah Tisu

Dalam sebuah tisu
Aku ingin karyaku diingat
Dan dibuang dunia neraka jahanam
Dalam sebuah tisu

Aku melempar khayalku pada kematian
yang sudah lama aku lupakan
dalam kenangan dan kebencian
Yang aku lihat hari ini adalah aku nanti
ketika aku mati
Bukannya melihat aku yang lulus dari cobaan otak tak terperi
Melenggang santai dalam tuksedo necis
yang lekat dengan orang gedongan
Bagiku, mati dengan gaya lebih membanggakan
daripada hidup dikurung dosa
Mati jelek adalah mati yang hanya ada dosa, dusta, dan nista
yang dipangku neraka
Dengan kebalikannya,
hidup bahagia yang penuh dosa, dusta, dan nista yang disokong dunia dan neraka

Tapi apa mau dikata,
yang mampu mengtur hidup matinya hanyalah yang putus asa

Tuhan bicara lewat hati,
manusia mendegarkan hati
hati-hati mendengarkan hati
Hati Tuhan dan hati manusia menyatu saat surga dan dunia bersatu mau
Aku berkata pada hati agar dia mau bicara dengan Tuhan dari hati
Supaya nanti kalau aku mati
agar Ia punya hati menemani
Biarpun Tuhan bicara lewat hati
dan aku coba pahami
Biarpun aku mencoba pahami lewat telepati
Tidak ada satupun kata yang dapat aku antisipasi melalui hati ini

Sampai kapan mau mengerti
Sampai kapan mau peduli
Aku tetap tak mengerti

Tuhan dan Hati

Ditulis di atas selembar tisu
Kamis, 01-11-2012 jam pelajaran ke-4

Rabu Tua di Napoli

Dalam biru aku jatuh dalam pelukmu
Ketika pintu airmata tak dapat lagi membendung

Rabu tua di Napoli
Aku bertualang mulai dari sini
Dengan dalih sederhana
Menghapus semua ingatanku
Akanmu

Jalan pagi di Napoli masih basah
Belum kering dari badai semalam
Yang kuhabiskan dengan kopi di lounge motelku
Penjual sekalian pembeli lalu lalang di hadapanku
Dengan aksen dan gaya asli Neapolitan
Dengan lihai menarikku beli satu topi
Biar tampaklah aku sebagai turis di sana

Aku pergi dari pasar
Menyisir tepi kota, bukan pantai
Berhenti sejenak aku di sana
Sejenak
Teringat

Dua tahun lalu, tepat hari ini
Adalah hari ulang tahunku
Aku masih ingat hari itu
Hari itu aku diam
Aku menyumpahi diriku sendiri
Aku akan diam, sebelum kau datang
Aku salah
Kau tak pernah datang
Sampai sekarang
Sekarang, dari dua tahun lalu
Aku sudah tua
Aku telah mengambil banyak alasan supaya kau tidak bersalah
Terlalu banyak hal ku ucap sampai aku tak ingat satu
Tapi satu hal tak ku lupa hari itu
Aku tak bicara
Sampai satu hari berlalu

Napoli belum lengkap tanpa pelabuhan
Dengan langkah kaku seorang Indonesia
Melenggang aku ke sana
Berusaha cari tempat menarik
Untuk abadikan diri dalam kertas
Kakiku tersangkut kail
Yang mempertemukanku dengannya
Dia yang memakai gaun hijau terang bertopi jerami
Sehabis beli ikan, katanya sambil bantu aku perlahan
Belum sempatlah aku bertanya nama
Dengan piawai mengganggu umat-Nya,
hujan pun turun lagi
Bergegaslah ia pergi
Hanya sekali menoleh ke belakang,
dan tersenyum

Hujan memang brengsek
Baru juga aku bersapa
Ia datang, lalu pergi begitu saja
Tak berucap maaf pula
Terimakasih hujan
Suatu saat nanti aku pasti takkan menyesalinya

Beranjak aku pergi dari situ
Duduk di tengah taman kota
Sempatkan mata lihat sejoli cari angin kala siang
Semakin ingatkanku akanmu
Yang aku kira akan hilang di sini
Di Napoli

02-09-2012 23:58